Berjuang Demi Si Buah Hati

Avatar photo

- Redaksi

Jumat, 29 September 2023 - 15:22 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ati, petugas kebersihan FIK UNM, (Foto: Mujahidah-Profesi).
Ati, petugas kebersihan FIK UNM, (Foto: Mujahidah-Profesi).

PROFESI-UNM.COM – Siang itu seperti biasanya wanita berusia 53 tahun ini mulai bertarung dengan sinar matahari. Sapu di tangannya selalu siaga untuk menemani membersihkan setiap sudut demi sudut Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM). Rutinitas ini sudah dilakukannya sejak enam tahun lalu dengan peran sebagai tukang bersih kampus.

Seiring waktu, kering haus kulitnya melipat di sudut-sudut mata dan kerut kening wanita ini menunjukkan usia telah semakin tua. Meski begitu, sebersit senyuman masih menyulam di pipinya. Wanita itu terlihat tengah bersenda-gurau bersama anaknya di pojok ruangan. Rupanya ia baru saja beristirahat saat beberapa mahasiswa berkumpul di ruang seminar, dari senyum itu melukiskan kebahagiaan.

Teriknya matahari pun tak menyurutkan semangat wanita paruh baya ini di tengah luasnya hamparan lapangan olahraga. Ia melanjutkan kerjaannya, merogoh sejumlah sampah di tanah yang tak tahu siapa pemiliknya. Seperti tidak hilang energi saat usianya muda, Ati menyelesaikan satu per satu pekerjaannya.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Beragam kerjaan ia lakoni di kampus para atlet itu. Berangkat saat fajar, pulang saat matahari terbenam. Senin sampai Jumat menjadi kewajibannya. Bahkan, di akhir pekan ia tetap harus bersedia mengerahkan tenaganya bila dipanggil ketika ada acara.

Di pagi hari saat ia tengah membersihkan, tak jarang mahasiswa yang melewatinya justru menambah beban beratnya. Ada yang mengotori tirai-tirai yang berada di sepanjang ruangan, sampah yang dilihatnya berada di dalam kamar mandi, ditambah ledekan beberapa mahasiswa yang dilontarkan hanya karena pekerjaan yang ia lakoni.

Baca Juga :  Besok! Malam Puncak Perayaan Harlah ke-47 LPM Profesi UNM

“Eee.. apa tong kita bu, tukang sapu-sapu jaki!,” kalimat ledekan yang biasa dilontarkan padanya.

Hari demi hari yang dilalui, Ati tetap tegar sebab masih ada sejumlah mahasiswa yang kerap menyapa dan mengakrabkan diri dengannya. Menemaninya berbincang-bincang di kala penat, membuatnya kembali tersenyum. Itulah hal yang membuat Ati betah bekerja di kampus keolahragaan itu.

“Kalau biasa bicara sama anak-anak toh, tidak pusing kakarena ada juga anak-anak yang bagus ki temani ka bicara,” ujarnya.

Terpampang senyum di wajah wanita kelahiran 1969 itu. Untuk wanita yang sudah berumur sepertinya, seharusnya tak lagi layak untuk menanggung tugas di tujuh ruangan besar dalam kampus keolahragaan seorang diri.

Dengan berbagai kerjaan yang terbilang berat untuk ditanggung Ati, upah yang diberikan kepadanya tak sepadan. “Banyak sekali kerjaan tapi tidak sesuai dengan gajinya,” keluhnya dengan nada rendah.

Tak pernah ia sampaikan apa yang mengganjal di hatinya itu. Sempat terbersik dalam pikirannya bahwa menjadi kuli bangunan lebih baik dibanding kerjaannya saat ini. Jam kerja yang hanya mulai pada pukul 8 pagi dan selesai pukul 4 sore. Ya, rentang waktu itu yang terkadang membuatnya iri saat ia harus menghabiskan waktunya lebih banyak untuk kerjaan dibanding bersama sanak keluarganya.

Baca Juga :  Ahmadiyah Tetap Hidup dalam Bayang-Bayang Persekusi

Namun, apa mau dikata memang itulah kewajibannya. Wanita paruh baya itu harus banting tulang demi kehidupan keluarganya saat suaminya tak mampu lagi bekerja sebab penyakit yang diderita sejak setahun terakhir.

Tak jarang pula ia ditemani sang anak untuk menyelesaikan kerjaannya. Bila tidak masuk sekolah, sang anak membantu Ati layaknya rekan kerja. Tidak ada rasa malu bagi seumuran anaknya untuk melakukan pekerjaan yang sering dilakukan oleh orang tuanya itu.

Ati tampak menatap ke langit-langit, ia lanjut menceritakan seluk-beluk kehidupannya. Tentang bagaimana upayanya harus bisa menyekolahkan keempat anaknya. Pekerjaan yang telah menjadi tabiatnya itu, tidak ia inginberlanjut kepada anak-anaknya. Wanita yang berperan sebagai tulang punggung keluarga dengan menanggung empat orang anak itu akan berusaha sekuat tenaganya agar sang buah hati tidak mengalami kesulitan seperti yang dialaminya.

“Nak, biar tidak ada uangku, harus ko tetap sekolah karena itu ji bekalku kemudian hari nanti tidak ada barang yang saya bisa jualkan ko. Jadi hanya itu ji kasih sekolah kosemampuku,” kalimat yang selalu ia lontarkan kepada keempat anaknya.

Rupanya tidak hanya ia berikan kepada sang buah hati, sedari kecil ia lebih mengutamakan sekolah adik-adiknya. Ati yang merupakan anak ke-4 dari 13 bersaudara itu rela tidak melanjutkan pendidikan tinggi demi membiayai studi adik-adiknya. (*)

*Reporter : Mujahidah

Berita Terkait

Menelisik Tari Pakarena yang Melegenda
Ahmadiyah Tetap Hidup dalam Bayang-Bayang Persekusi
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 15 Desember 2024 - 23:41 WITA

Menelisik Tari Pakarena yang Melegenda

Rabu, 1 November 2023 - 12:47 WITA

Ahmadiyah Tetap Hidup dalam Bayang-Bayang Persekusi

Jumat, 29 September 2023 - 15:22 WITA

Berjuang Demi Si Buah Hati

Berita Terbaru

Pendidikan Sejarah

Pameran Sejarah Jadi Wadah Edupreneurship dan Wisata

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:21 WITA

Fakultas Psikologi

Tim BKP Fakultas Psikologi Gelar Psikoedukasi Sex Education di PAUD Kartini

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:00 WITA

Himanis

UMKM Fest Wadah Promosi dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Rabu, 7 Mei 2025 - 02:27 WITA