
PROFESI-UNM.COM – Gedung Science Square Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FIMPA) Universitas Negeri Makassar (UNM) rencananya akan menjadi role model baru selain Menara Pinisi. Namun hingga kini baru rampung lima lantai dari tiga belas lantai, bukan hanya penyelesainnya yang menuai masalah. Gedung ini pun ditengarai dipaksakan dipakai.
Awal tahun 2016 lalu, Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) periode 2008-2016, Arismunandar memberikan izin penggunaan Gedung Science Square. Dibangun sejak tahun 2013 dan dijadwalkan rampung tahun 2015, saat ini telah menelan anggaran Rp 62.365.367.000.
Sementara anggaran yang disiapkan untuk merampungkan gedung ini menyentuh angka Rp 79.675.632.000. Kondisi terkini gedung kebanggaan mahasiswa FMIPA ini sangat mengkhawatirkan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara di beberapa sudut bangunan mulai terkikis akibat cuaca, plafon lantai lima dan empat sudah bocor. Bila hujan tiba, air akan merembes masuk ke dalam ruangan yang berada pada kedua lantai itu. Imbasnya mahasiswa yang akan melakukan kuliah dialihkan ke ruangan lain.
Tak jarang pun perkuliahan ditunda bila hujan terjadi sepanjang hari. Tak hanya itu, lift yang menjadi salah satu fasilitas gedung sering dikeluhkan mahasiswa.
Mulai dari penggunaannya yang tidak nyaman lantaran saat dipakai hingga mengalami kerusakan. Tak jarang lift pun tidak bisa digunakan. Kondisi gedung yang belum rampung pun sepenuhnya tak aman ditempati.
Lantai enam yang masih berupa rangka, saat hujan, seketika akan berubah kolam penampungan. Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, air akan merembes ke seluruh gedung dan akan memengaruhi semua stuktur bangunan termasuk pondasinya.
Ditakutkan, jika pembangunannya tidak diselesaikan secepatnya, gedung akan ambruk dan memakan korban jiwa. Hal ini diungkapkan Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Matematika, Zaenal.
Ia menyanyangkan kondisi gedung terutama yang berada di lantai lima dan empat yang sudah mengalami kerusakan akibat rembesan air hujan.
“Sangat membahayakan dan tidak ada jaminan plafon akan bertahan jika terkena air, bisa saja runtuh. Untung kalau ruangan dalam keadaan kosong, kalau ada mahasiswa dan dosen di dalam, mereka akan tertimpa runtuhan plafon,” tandasnya (19/2).
Mahasiswa angkatan 2016 ini berharap birokrasi FMIPA secepatnya mengambil tindakan untuk menyelesaikan pembangunan gedung. Ia menilai jika gedung dibiarkan saja seperti itu akan menambah lebih memperpanjang kerusakan.
“Biaya yang dibutuhkan pun akan lebih banyak, jangan sampai biaya yang akan digunakan untuk melan- jutkan pembangunan dipakai untuk memperbaiki kerusakan,” tambanya. (*)
[divider][/divider]
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi edisi 223