PROFESI-UNM.COM – Bagi mahasiswa tingkat akhir, menyusun skripsi bukan hanya soal memenuhi kewajiban akademik. Proses ini juga memunculkan berbagai kebiasaan unik yang kerap kali hanya muncul saat seseorang sedang menghadapi tekanan intelektual dan emosional dalam menuntaskan tugas akhir.
Begadang menjadi rutinitas yang hampir tak terhindarkan. Aktivitas ini sering ditemani kopi hitam dan lagu-lagu bernuansa melankolis, seakan menjadi pemicu semangat di tengah malam. Selain itu, banyak mahasiswa yang secara tiba-tiba merasa terdorong untuk bersih-bersih kamar, mencuci piring, atau merapikan ruang kerja, sebagai bentuk pengalihan ketika ide tak kunjung mengalir ke dalam tulisan.
Tempat mengerjakan skripsi pun bervariasi dan sering kali tidak biasa. Beberapa mahasiswa justru lebih produktif di lingkungan ramai seperti warung kopi, taman kota, bahkan di ruang publik seperti bandara. Perpindahan lokasi ini dipercaya mampu membangkitkan inspirasi yang sulit muncul saat bekerja di kamar sendiri.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jam produktivitas pun bergeser. Banyak mahasiswa yang baru bisa menulis efektif saat larut malam. Bukan karena siang hari padat kegiatan, melainkan karena malam menawarkan suasana yang lebih tenang dan minim distraksi.
Beragam kebiasaan ini merupakan cerminan dari dinamika emosional yang kompleks. Tekanan dalam menyelesaikan skripsi memunculkan respons adaptif yang tidak selalu logis, bahkan kadang bersifat pengalihan. Meski terkesan tidak produktif atau lucu, kebiasaan ini menjadi bagian dari proses setiap individu dalam mengelola stres dan mempertahankan motivasi.
Pada akhirnya, menyusun skripsi bukan hanya perjalanan intelektual, tetapi juga perjalanan batin. Di balik setiap kalimat yang tertulis, tersimpan usaha, kebiasaan unik, dan cerita personal yang mencerminkan perjuangan manusiawi seorang mahasiswa untuk mencapai titik akhir studinya. (*)
*Reporter: Angnis Arimayanti