PROFESI-UNM.COM – Transparansi menjadi prinsip fundamental dalam penyelenggaraan tata kelola perguruan tinggi yang baik. Dalam konteks pemilihan atau pergan tian pejabat struktural kampus, seperti Wakil Rektor 2 yang umumnya mem bidangi urusan keuangan, administrasi umum, dan sumber daya, keterbukaan menjadi syarat mutlak untuk menjaga integritas institusi dan kepercayaan sivitas akademika. Proses yang tertutup dan tidak partisipatif berpotensi menimbulkan kecurigaan, konflik kepentingan, hingga ketidakpuasan yang dapat mengganggu stabilitas internal universitas.
terbuka, mencakup kriteria calon, mekanisme seleksi, serta jadwal pelaksanaan. Selain itu, rekam jejak calon yang diajukan harus dipaparkan dengan jujur agar publik kampus dapat menilai secara objektif. Dengan begitu, keputusan yang diambil bukan hanya legal secara administratif, tetapi juga legitimate di mata sivitas akademika.
Wakil Rektor 2 memiliki peran krusial dalam memastikan keberlangsungan operasional kampus. Ia bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran, kebijakan sumber daya manusia, serta dukungan administratif yang menunjang tridarma perguruan tinggi. Oleh karena itu, pemilihan atau pergantian jabatan ini tidak boleh dilakukan secara sepihak atau tanpa mekanisme yang jelas. Setiap langkah harus dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan administratif.
Ketiadaan transparansi justru akan memunculkan persepsi negatif terhadap pimpinan kampus. Keputusan yang diambil secara tertutup akan memunculkan asumsi adanya motif politik, kedekatan personal, atau kepentingan kelompok tertentu. Akibatnya, pejabat yang dilantik berisiko kehilangan legitimasi sosial dan menghadapi resistensi dalam menjalankan tugasnya. Hal ini tentu tidak kondusif bagi iklim akademik yang seharusnya menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan profesionalisme.
Sayangnya, dalam praktiknya, tidak sedikit kampus yang masih menjalankan proses pemilihan atau pergantian pejabat tinggi secara tertutup. Pemilihan dilakukan tanpa konsultasi terbuka kepada pihak-pihak terkait, seperti senat universitas, dosen, tenaga kependidikan, bahkan mahasiswa. Padahal, keterlibatan berbagai unsur kampus dalam proses ini merupakan bentuk nyata dari demokratisasi perguruan tinggi yang ideal.
Lebih dari itu, transparansi dalam proses pengangkatan pejabat kampus adalah cerminan komitmen institusi terhadap nilai-nilai tata kelola yang baik (good governance). Ia akan memperkuat kepercayaan publik terhadap universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berintegritas. Jika hal ini dijalankan secara konsisten, maka akan tercipta budaya organisasi yang sehat dan berkelanjutan.
Transparansi bukan hanya soal membuka informasi, melainkan juga menyediakan ruang partisipasi yang adil dan inklusif. Proses seleksi Wakil Rektor 2 sebaiknya diumumkan secara
Dengan demikian, sudah saatnya universitas memperkuat mekanisme transparansi dalam setiap pengam- bilan keputusan strategis, termasuk dalam pemilihan atau pergantian Wakil Rektor 2. Keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas bukan hanya menjadi tuntutan, tetapi keharusan dalam menciptakan kepemimpinan yang berwibawa dan membawa kemajuan bagi seluruh elemen kampus. (*)