
PROFESI-UNM.COM – Istilah pajak sudah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia. Dahulu, pajak atau upeti dapat diartikan sebagai pemberian secara sukarela dari rakyat kepada rajanya. Selanjutnya, pajak mengalami perubahan dan memiliki sifat wajib. Hal Ini artinya pajak bukan lagi pemberian sukarela, tetapi bergeser menjadi pemberian yang kental unsur pemaksaannya.
Singkatnya, rakyat tidak lagi memberikan pajak secara sukarela tetapi dipaksa oleh alat atau pengawal raja. Perubahan arti pajak sebagaimana telah diuraikan, tidak berarti adanya perubahan tujuan. Tujuan tetap dalam rangka memelihara kepentingan negara, yaitu mempertahankan negara, melindungi rakyat, serta melaksanakan pembangunan. Ini menunjukkan bahwa pemungutan pajak mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan terutama di bidang ekonomi, sosial, politik dan kenegaraan. Para ahli di bidang perpajakan memberikan pengertian tau definisi yang berbeda-beda tentang pajak. Akan tetapi, hakikatnya berbagai definisi itu memiliki sifat dasar dan tujuan yang sama.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu ahli pajak yaitu Rochmat Soemitro, (1977) dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, mendefinisikan pajak sebagai iuran rakvat kepada kas negara (Peralihan kekayaan dari sektor partikelir sektor pemerintahan berdasarkan undang undang (dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapar ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum (publieke vitgeven).
Selanjutnya PJA. Andriani mendefinisikan pajak secara lebih lengkap, yaitu: ‘Pajak adalah luran langsung kepada negara (dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat kontra prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan’.
Salah satu tujuan hukum pajak adalah menciptakan keadilan, terutama dalam hal pemungutannya. Keadilan di dalam pajak harus menjadi pedoman dan syarat mutlak dalam merealisasikan pemungutan pajak secara umum dan merata. Menurut Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya “Wealth of Nations”, terdapat beberapa asas pemungutan pajak, yang dinamakan dengan “The Four Maxims” atau yang dikenal sebagai “Asas Pemungutan Pajak Secara Klasik” sebagai berikut:
1. Asas Equality, yaitu pemungutan pajak harus dilakukan secara seimbang sesuai dengan kemampuan. Ini artinya suatu negara yang menerapkan pajak tidak boleh menerapkan diskriminasi terhada golongan tertentu.
2. Asax Certanty, yaitu pemungutan pajak arus terang dan jelas serta tidak mengenal kompromi. Ini berarti lebih menekankan kepada aspek hukum vang direalisasikan dalam bentuk UU.
3. Asas Convenience of Payment, yaitu pajak hirus dipungut pada saat yang paling repat untuk membayar pajak ini berarti, pembayaran pajak harus dilakukan pada saar wajib pajak nenenma penghasilan.
4. Asas Efisiensi, yaitu pemungutan pajak hendaknva dilakukan sehemat- hematnya.
Tulisan ini dikutip di Buku “Perpajakan Teori & Praktik” Oleh prof. Drs.Nurdin Hidayat, MM., M.Si & Dr. Dedi Purwana ES,M.Bus.
serta diterbitkan oleh PT.RajaGrafindo Persada. (*)
*Reporter: Dwi Putri