
Nasib LK di Tengah Gegap Gempita MBKM
Saat menjadi seorang Mahasiswa tidak akan terpisahkan dari Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang menjadi wadah pertama penyaluran bakat, minat serta potensi mahasiswa. Namun, selain LK sudah ada Program pemerintah yang bisa diikuti untuk penyaluran bakat, minat serta potensi yang dikemas dengan berbagai program dengan tujuan serta manfaatnya masing-masing, program ini biasa disebut
dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
MBKM kini menjadi momok menakutkan bagi LK. Selain mengurangi jumlah peminat, MBKM juga membuat LK tak bernilai di mata mahasiswa. LK harusnya membuat terobosan baru sebelum tenggelam dan dikenang sebagai sejarah.
Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang menjadi wadah pertama penyaluran bakat, minat serta potensi mahasiswa kini tak berkutik dengan adanya program MBKM. Program ini tampak serupa seperti LK namun memiliki kegiatan yang lebih beragam. Tak hanya penyaluran bakat dan minat, MBKM juga bisa dikonversi menjadi 20 SKS mata kuliah. Bahkan mahasiswa bisa meraup cuan hingga 14 juta, hal inilah yang tidak dimiliki LK.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
MBKM merupakan program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, yang tertuang lewat Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 18. Banyak pihak menilai MBKM sebagai upaya pemerintah membungkam suara mahasiswa. Hal ini disebabkan MBKM membuat mahasiswa sibuk dengan aktivitas di luar kampus seperti Pertukaran Mahasiswa, Magang, dan Riset. Namun ada juga yang berpendapat MBKM justru solusi agar mahasiswa memperoleh pengalaman profesional di luar kampus.
Ketua Umum Maperwa FBS, Aan Abdullah Farhan menjadi salah sekian yang berpendapat MBKM sebagai masalah. Menurutnya, MBKM dapat menjadi penghambat bagi mahasiswa dalam berorganisasi. Mahasiswa akan sibuk dengan berbagai urusan akademik dan harus beraktivitas diluar kampus untuk mengikuti kegiatan program MBKM. Hal ini mengakibatkan mahasiswa lupa pada fungsinya sebagai agent of control, orientasi LK semakin pudar dan animo berlembaga mahasiswa menurun.
“Program MBKM menjadi penghambat mahasiswa untuk berlembaga. Mahasiswa disibukkan dalam urusan akademik dan juga sampai harus meninggalkan kampus untuk mengikuti program MBKM,” katanya.
Sejalan dengan itu, Ketua Umum Maperwa FEB Ucha Putra menyebut MBKM dapat menjadi penghambat kerja-kerja mahasiswa dalam lembaga, terutama jika mahasiswa tersebut ditempatkan di luar kota sehingga adanya keterbatasan dalam menjalankan tugas-tugasnya melalui via daring. Hal tersebut menjadi masalah yang cukup kompleks bagi mahasiswa yang peka akan situasi dan kondisi lembaga kemahasiswaan saat ini.
“Pasti menghambat kerjakerja lembaga dan hanya terbatas untuk menjalankannya secara daring,” tuturnya.
Namun menurut Ketua MBKM UNM Khaeruddin, LK tidak bisa menyalahkan MBKM sebab selain program Kementerian, MBKM mempunyai banyak program yang bisa menambah pengalaman dan keterampilan mahasiswa. Ia menuturkan seharusnya LK mampu menawarkan manfaat yang serupa. Harus diakui nilai tambah dari MBKM lebih banyak dibanding LK terutama mampu mempengaruh percepatan masa studi mahasiswa.
“Mahasiswa memiliki banyak pengalaman di luar yang tentu sangat berharga bagi mahasiswa, serta keterampilan dan juga masa tunggu untuk memperoleh pekerjaan relatif lebih cepat. Selain itu, dapat mempercepat penyelesaian studi,” katanya pada saat ditemui di Gedung Dekanat FMIPA UNM, Kamis (14/9).
Tak hanya itu, Wakil Rektor Bidang Akademik (WR I) Hasnawi Haris mengatakan tak ada kaitannya MBKM dengan menurunnya minat berlembaga. Sebab, MBKM sifatnya sukarela sehingga hanya mahasiswa yang mau saja yang ikut. Mungkin sering dikatakan begitu karena MBKM bisa membuat masa studi menjadi lebih singkat dan tidak ada waktu untuk berlembaga. Sehingga bukan berarti minat mahasiswa terhadap LK yang menurun.
“Program MBKM sebenarnya itu tidak terkait dengan minat berlembaga atau tidak. Ya barangkali
karena di MBKM banyak manfaatnya yang mereka rasakan lalu banyak masa studi atau masa studi
mahasiswa bisa diperpendek sehingga tidak ada waktu untuk berlembaga bukan tidak punya minat
atau turun minat berlembaganya,”jelasnya.
LK Lebih Banyak Mudaratnya
MELIHAT banyaknya keuntungan yang ditawarkan MBKM, membuat mahasiswa cenderung memilih mengikuti program ini dibanding bergabung dengan LK. Jumlah mahasiswa MBKM UNM diperkirakan sekitar tiga ribuan tiap tahunnya. Sedangkan jumlah pengurus LK hanya dua ribuan tiap periode. Ini menunjukkan, minat mahasiswa terhadap LK terus berkurang. Salah satu Mahasiswa angkatan 2022, Indah mengaku tidak setuju bergabung dengan LK mampu meningkatkan kemampuannya. Menurutnya banyak LK menyimpang dari tujuan berlembaga. Bahkan saat ini, sudah memuat hal-hal tidak baik dan
menyeleweng.
“Banyak organisasi yang menyimpang dari tujuan pembentukan organisasi dan terbilang toxic,” ungkapnya.
Sehingga Dia lebih memilih MBKM dalam mengembangkan minat dan bakat karena lebih
produktif dan bermanfaat. Selain itu, bisa mengembangkan diri lebih luas tak hanya didalam
kampus saja.
“Sangat menguntungkan bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan diri lebih luas bukan hanya pada di daerah internal kampus,” ujarnya.
Sependapat dengan Indah, mahasiswa berinisial AS mengatakan organisasi saat ini susah berkembang mengikuti zaman. Pengurusnya juga mudah sekali diatur alumni sehingga tidak bisa berkreasi sendiri. Serta tidak bisa mengatur waktu dengan baik seperti kerap terlambat rapat hingga tradisi rapat sampai larut malam.
“Beberapa dari mereka yang tidak mampu mengikuti zaman apabila ketika kepengurusan dengan mudahnya disetir oleh alumni,” katanya.
Namun menurut Anggota UKM Seni, Akbar, LK dan MBKM bisa berjalan berirama. Saat ini banyak anak LK yang mengikuti MBKM dan bisa menyelesaikan keduanya dengan baik. Sehingga MBKM seharusnya tidak membatasi mahasiswa dalam mengikuti LK.
“Sebetulnya bisa dan justru malah keberadaan MBKM seirama dengan keberadaan LK,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, anggota BEM Kema FPsi, Idul mengatakan mahasiswa adalah orang yang terdidik sehingga tidak diragukan lagi untuk bisa mengatur waktu antara MBKM dan LK. Keduanya bisa berjalan
dengan baik apabila adanya keselarasan antara tugas dan tanggung jawab. Jadi Mahasiswa harus sadar
mengenai tanggung jawab dalam LK dan juga tugas-tugasnya di MBKM. Sehingga mahasiswa harusnya dapat bertindak profesional baik di dalam maupun luar kampus.
“Mahasiswa adalah orang yang terpelajar jadi tidak diragukan lagi dalam hal manajemen waktu, saya yakin keduanya dapat berjalan lancar, jadi mahasiswa sadar akan tanggung jawabnya dalam LK dan juga dalam MBKM,” ungkapnya.
Tak Boleh Saling Diam
Tidak berharganya LK dibanding MBKM ini disebabkan karena putusnya komunikasi antara birokrat dan pengurus LK. Keduanya saling cuek, bahkan cenderung saling menyalahkan atas situasi yang terjadi. Seharusnya birokrat dan LK merumuskan bersama aturan yang mampu membuat LK setara dengan MBKM.
Baik LK maupun Birokrat harus segera menentukan tujuan bersama terkait masa depan LK. Bila tidak maka nasib LK diujung tanduk, bisa saja kedepannya tak ada lagi mahasiswa yang masuk LK. Anggaran LK juga akan terus berkurang karena dianggap tak punya kontribusi terhadap kampus.
Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa), M. Ikbal Ramadandi mengatakan sesungguhnya program kerja LK bisa bersaing dengan MBKM. Namun diperlukan aturan yang mengatur lebih rinci terkait program kerja LK dan MBKM seperti konversi SKS yang menjadi daya tarik
utama mahasiswa.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan memang MBKM tidak boleh disalahkan tetapi menjadi tantangan tersendiri bagi LK untuk melakukan evaluasi agar bisa bersaing dengan MBKM yang secara fisik sangat visioner.
“Kami Maperwa sementara membicarakan bagaimana lembaga kemahasiswaan bisa bersaing dengan MBKM, kami meminta bagaimana kerja-kerja di lembaga kemahasiswaan bisa di konversi nilainya,”ujarnya.
Ia berujar pihaknya telah mengajukan permintaan terkait hal itu kepada pimpinan UNM. Pimpinan dalam hal ini WR I mengatakan harus mengkaji terkait permintaan tersebut. Namun pihaknya juga menemukan masalah bila permintaannya disetujui pimpinan kampus, implementasi ke Prodi bisa saja berbeda.
“Masalahnya program MBKM dari LK bisa saja tidak terkonversi karena dalam beberapa kasus tidak semua Prodi menerima konversi SKS,” bebernya.
Sementara itu, Ketua MBKM UNM, Khaeruddin menjelaskan saat ini LK bisa berkolaborasi dengan MBKM lewat kegiatan-kegiatan yang sesuai standar MBKM. Nantinya, bila LK bisa menyesuaikan kegiatannya dengan standar MBKM, LK akan memiliki nilai tambah di mata mahasiswa.
“LK dapat mengikuti program MBKM berupa Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa), yang dapat dikonversi kedalam SKS serta mendapatkan pendanaan dari hasil pengabdian yang dilakukan,” tuturnya.
Dosen Pendidikan Fisika ini mengatakan sudah ada aturan untuk LK dalam membuat kegiatan yang serupa dengan MBKM, tinggal LK yang ingin mengikuti atau tidak. Contohnya seperti konversi SKS
bisa dilakukan bila program kerja memenuhi syarat durasi waktu kegiatan dan relevan dengan capaian pembelajaran mata kuliah.
“Bisa lihat di Simkatmawa (sistem pemeringkatan kemahasiswaan), sudah ada panduan dari kampus yang menjelaskan regulasi terkait dengan rekognisi kegiatan maha- siswa,” katanya. (*)
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Edisi 267 September 2023