PROFESI-UNM.COM – Konferensi Nasional Asosiasi Pendidik Seni Indonesia (Konapsi) 2025 resmi digelar di Teater Pinisi, Universitas Negeri Makassar (UNM), Jumat (24/10). Mengusung tema “Seni, Pendidikan, dan Krisis Zaman: Merancang Ekosistem Kreatif untuk Dunia Berkelanjutan,” kegiatan ini menghadirkan sejumlah akademisi dan seniman nasional.
Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Karta Jayadi, turut hadir bersama Yudi Sukmayadi dari Universitas Pendidikan Indonesia serta Eko Supriyanto dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Sementara itu, Djuli Djatiprambudi dari Universitas Negeri Surabaya menjadi narasumber utama dalam konferensi tersebut.
Dalam pemaparannya, Djuli Djatiprambudi menegaskan bahwa seni di Nusantara memiliki dimensi yang berbeda dari tradisi Barat. Ia menyebut bahwa seni Indonesia tidak sekadar berhenti pada bentuk material, melainkan juga menyiratkan nilai spiritual dan sosial yang mendalam.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semua yang disimbolisasikan di Nusantara itu berangkat dari dunia kesadaran spiritual,” ujarnya.
Lebih lanjut, Djuli menyoroti bahwa seni modern Barat cenderung menghilangkan dimensi spiritualitas demi rasionalitas dan kemajuan material. Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan besar dalam membangun ekosistem pendidikan seni yang berakar pada identitas lokal.
“Seni modern memotong dimensi spiritual. Padahal, di Nusantara, kesatuan dalam keberagaman itu disatukan oleh spiritualitas,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya memahami konteks keilmuan dan praksis seni dalam dunia akademik. Djuli menilai bahwa pendidikan seni di Indonesia tidak boleh terjebak pada standar penilaian ilmu lain yang seragam.
“Kita seringkali masih terdominasi oleh cara pandang ilmu lain. Padahal, seni memiliki praksisnya sendiri, bukan sekadar praktis atau meniru,” tegasnya.
Di hadapan peserta konferensi, Djuli mengajak para akademisi seni untuk terus mengembangkan tradisi penciptaan yang berbasis nilai, ideologi, dan spiritualitas. Menurutnya, keunikan tersebut menjadi kekuatan Nusantara untuk bertahan dalam krisis zaman.
“Seni Nusantara itu selalu konotatif, selalu memiliki makna. Tidak ada ekspresi seni yang berhenti pada bentuknya saja,” jelasnya.
Kegiatan Konapsi 2025 ditutup dengan diskusi interaktif bersama narasumber dan penyerahan cenderamata. Forum ini diharapkan mampu memperkuat jejaring pendidik seni se-Indonesia dalam merancang ekosistem kreatif yang berkelanjutan dan kontekstual terhadap budaya bangsa. (*)
*Reporter: Firmansyah







