
PROFESI-UNM.COM – Pasang surut dinamika Lembaga Kemahasiswa (LK) Universitas Negeri Makassar (UNM) akhirnya menemui titik terangnya setelah vakum selama dua tahun.
Di bawah kepemimpinan Arifuddin Usman selaku Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan (PR III), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) kembali terbentuk melalui musyawarah besar yang digelar 10 Februari lalu.
Hanya saja, baru seumur jagung sejak terbentuknya BEM Maperwa telah menjadi bulan-bulanan birokrasi. Diawali dengan rancangan Peraturan Umum Lembaga Kemahasiswaan (PULK) oleh PR III yang menyatakan bahwa BEM Maperwa otomatis akan diangkat sebagai staff PR III.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski hanya sebatas rancangan, tentu saja hal tersebut ditentang oleh seluruh fungsionaris LK. Pasalnya hal itu dapat mengganggu kinerja BEM-Maperwa sendiri sebagai lembaga perwakilan mahasiswa tertinggi.
Tak sampai disitu, pertengahan Agustus lalu, pihak birokrasi kembali membuat lembaga kemahasiswaan (LK) geram. Tertuang dalam sehelai kertas, surat edaran dengan nomor 3883/UN36/TU/2017 tertanggal 16 Agustus 2017 dikeluarkan untuk melarang mahasiswa semester satu dan semester tiga mengikuti kegiatan LK.
Kebijakan yang dirumuskan oleh PR III bersama Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan (PD III) tersebut didasari agar mahasiswa baru dapat berkonsentrasi penuh untuk menjalani proses akademiknya. Dengan maksud meminimalisir angka DO dini.
Seperti anggapan birokrasi, salah satu indikator penyebab DO dini ialah karena adanya kesibukan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Namun, lagi-lagi hal ini memicu aksi dari para fungsionaris LK se-UNM. Mereka menuntut agar pihak birokrasi segera mencabut kebijakan tersebut.
Sebab dinilai mengekang karena membatasi hak mahasiswa untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Aksi LK se-UNM pun digelar sebagai upaya agar kebijakan tersebut dicabut.
Namun, Rektor tetap bersikukuh menolak tuntutan yang dilayangkan mahasiswa. Tak tinggal diam, aksi jilid II pun kembali dilakukan, namun Rektor hanya meminta setiap perwakilan LK melakukan dialog bersama pimpinan universitas.
Ia menganggap, mahasiswa belum paham akan alasan dikeluarkannya surat edaran tersebut. Hingga akhirnya kebijakan tersebut tetap berlaku hingga saat ini. (*)
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi edisi 221