PROFESI-UNM.COM – Sejumlah kesalahpahaman dari kalangan masyarakat tentang pengertian konseling. Kesalahan itu antara lain sebagai berikut:

1.Konseling sebagai Usaha Pemberian Nasihat Nasihat merupakan gagasan seseorang yang disampaikan kepada pihak lain dan dianjurkan untuk dilaksanakan karena dianggap dapat menyelesaikan masalah. Konseling tidak dimaksudkan untuk memberikan nasihat-nasinat kepada kliennya. Gordon (1984) menegaskan bahwa nasihat merupakan cara-cara komunikasi yang tidak efektif guna membantu memecahkan masalah orang lain. Konseling bertumpu pada tanggung jawab klien pada dirinya sendiri dan nasihat dapat membuat klien melepaskan tanggung jawab meskipun dirinya melakukan tindakan.

2.Konseling sebagai Pemberian Informasi Pemberian informasi adakalanya ada dalam konseling, tetapi konseling bukan sekedar memberikan informasi. Hubungan terapeutik merupakan bagian yang sangat penting dalam proses konseling. Proses pemberian informasi biasanya banyak diberikan di luar hubungan konseling yang biasanya disebut sebagai layanan kepenasihatan dan informasi (advice and information service).

3.Konseling Menciptakan Ketergantungan kepada Konselor
Pertanyaan yang sering muncul apakah konseling tidak membuat klien bergantung pada kemampuan konselor, dan apakah klien akan dapat memecahkan masalah-masalahnya yang lain jika tanpa bantuan konselor? Jawaban dari dua ini dapat dijelaskan, bahwà tujuan diselenggarakan konseling bukan menciptakan ketergantungan klien kepada konselor, dan tidak dibenarkan konselor mengembangkan cara-cara hubungan yang dapat menciptakan ketergantungan. Hubungan konseling harus diciptakan agar terjadi kemandiran pada klien, mulai dari proses eksplorasi diri, menemukan pemecahan masalah, menentukan keputusan, hingga melakukan keputusannya.

Ada sejumlah strategi yang harus dikembangkan konselor sehingga kemungkinan klien tidak mengalami ketergantungan kepada konselor dalam memecahkan masalah-masalahnya. Hubungan konseling harus dapat dijadikan sebagai proses belajar untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang lain terjadi di kemudian hari. Dengan demikian proses konseling diharapkan menghasilkan transfer belajar dan latihan bagi klien untuk mengatasi masalah lain.

4.Konseling Mempengaruhi Klien
Hubungan konseling tidak bermaksud mempengaruhi sikap, keyakinan dan tingkah laku klien dengan cara persuasif ataupun dengan cara pemaksaan. Perubahan-perubahan dalam hal sikap, keyakinan maupun tingkah laku adalah kehendak klien sendiri untuk menyelesaikan masalah dan mencapai perkembangannya secara tepat. Oleh karena itu, konseling memandang klien bukan sebagai objek yang harus diubah tetapi sebagai subjek yang memiliki kemampuan mengubah dirinya ke tujuan yang diharapkan. Tujuan konseling bukan semata-mata didasarkan atas kehendak konselor tetapi juga menjadi keinginan dan harapan klien. Konselor bukan mempengaruhi klien tetapi membantu klien menemukan sikap, keyakinan dan perilakunya untuk pertumbuhan dirinya sendiri.

5.Konseling Harus Netral Nilai
Hubungan konseling adalah hubungan terapi, yang sekaligus mengandung makna bahwa klien melakukan proses belajar dan memecahkan masalahnya. Dalam hubungan terapi klien harus membuat keputusan dan rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya tempat klien melakukan interaksi. Konseling yang bebas nilai itu tidak mungkin terjadi, karena proses belajar itu sekaligus tercakup pengertian melakukan yang lebih baik dan lebih anggung jawab.

6.Konseling Sama dengan Interviu
Konseling diselenggarakan dengan interviu, tetapi tidak sekedar sebuah interviu. Interviu secara umum berarti melakukan tanya jawab tentang persoalan yang dibicarakan. Dalam konseling interviu yang dilakukan harus diikuti oleh sikap-sikap khusus konselor dan justru memberi kesempatan kepada klien untuk melakukan eksplorasi diri dan mencapai pemahaman terhadap dirinya. Interviu konseiing ini dilakukan sekaligus sebagai usaha terapinya, yang tentu saja berbeda dengan interviu yang biasanya lebih banyak bersifat menggali informasi.
Berbagai kesalahan pengertian ini perlu dipahami oleh kita, khususnya para konselor, agar dalam melaksanakan tugasnya tidak salah dan selalu sejalan dengan prinsip-prinsip konseling sebagaimana yang diharapkan.

Tulisan ini dikutip dari buku “Psikologi Konseling” oleh Latipun. Diterbitkan oleh UMM PRESS, tahun 2017. (*)

*Reporter: Annisa Asy Syam. A