PROFESI-UNM.COM – Saya tidak sedang berolok-olok ketika menyarankan Anda agar menulis buruk. Terus terang, saya sendiri selalu menulis buruk untuk menghasilkan draf pertama tulisan. Artinya, draf pertama saya pasti melompat-lompat, alurnya kacau, kalimat-kalimatnya mungkin tidak indah sama sekali, dan sebagainya.

Tapi, menurut saya, sesuatu yang kacau pun tetap lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali. Menurut, Edward John Phelps, diplomat dan ahli hukum Amerika, orang yang tidak pernah melakukan kesalahan biasanya tidak menghasilkan apa-apa.

Saya berpikir bahwa lebih baik menghasilkan draf tulisan yang buruk ketimbang hanya merenungi kertas kosong selama berjam-jam. Biasanya saya membuat draf pertama dengan tulisan tangan, baru kemudian saya salin di komputer. Ini memudahkan bagi saya karena saya bisa bekerja di mana saja asal ada kertas dan pena.

Dengan draf yang buruk, Anda memiliki kesempatan berikutnya untuk membuatnya menjadi lebih baik. Akan tetapi jika kertas Anda tetap kosong, Anda hanya memiliki kesempatan berikutnya untuk bengong lagi.

Saya tahu bahwa Anda, seperti banyak orang lain yang berminat menulis, pasti ingin menghasilkan tulisan yang baik. Oke, itu keinginan yang baik. Paling tidak, Anda ingin menulis sebagus karya para penulis yang Anda sukai. Itu jika Anda memiliki penulis idola, sebab ada juga satu dua yang ingin melahirkan karya yang orisinil sehingga mereka tidak mau membaca.

Orang-orang jenis terakhir ini takut bahwa membaca akan mempengaruhi karya mereka dan itu artinya tidak lagi orisinil menurut mereka. Ini pandangan yang aneh sekali dan menyalahi prinsip pergaulan secara umum. Tentang kaitan antara membaca dan prinsip pergaulan ini, Anda bisa membacanya di bagian lain buku ini yang membicarakan tentang membaca.

Sekarang kita kembali dulu ke topik pembicaraan tentang menulis secara buruk. Saya tentu saja ingin sekali melihat Anda menghasilkan karya terbaik. Anda pun ingin menulis sebaikbaiknya. Karena itu saya menganjurkan kepada Anda agar tidak takut menulis buruk.

Saran ini memang berubah seratus delapan puluh derajat dari saran saya sebelumnya. Sebelumnya, di kelas-kelas awal Jakarta School tempat saya mengajar penulisan kreatif, saya semula menyarankan menulislah yang bagus. Namun, keharusan untuk menjadi bagus telah membuat banyak orang sulit untuk memulai tulisan mereka, terbebani, ruwet dengan diri sendiri, dan tak pernah sungguh-sungguh menulis.

Menulis buruk akan membuat Anda terhindar dari ketegangan yang tidak perlu, membuat Anda terbebas dari beban-beban yang menyumpal di benak Anda. Beban untuk meraih kesempurnaan bisa membuat Anda tersendat-sendat dan tidak menulis apa-apa. Jadi, rileks sajalah. Buatlah diri Anda menjadi lebih enteng untuk menggerakkan pena atau menekan tuts mesin tulis Anda.

Anda tahu, hal-hal yang buruk, tahi sapi misalnya, tetap bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang lebih baik. Sampah bisa diolah, kotoran bisa dijadikan pupuk. George Lucas, sang empu yang | melahirkan Star Wars, mempunyai pengalaman menarik dengan sampah.

Setelah beberapa waktu buntu memikirkan seperti apa sebaiknya wujud makhluk angkasa luar yang hendak ia munculkan dalam filmnya, ia berjalan-jalan dan iseng-iseng mengorek tempat sampah. Di sana ia menemukan boneka bebek yang terbakar dan eureka! benda itulah yang memberinya inspirasi tentang wujud makhluk angkasa luar yang telah lama menyiksa pikirannya.

Becermin dari ilustrasi di atas, saya ingin mengulangi lagi bahwa draf pertama yang buruk, ketika ia ada, akan jauh lebih baik dibandingkan tulisan yang sempurna tetapi tidak pernah ada. Jadi, menulislah buruk dan kemudian editlah draf yang buruk itu menjadi tulisan yang baik. Yang perlu Anda ingat: Anda tidak pernah bisa mengedit tulisan yang tidak pernah ada.

Tulisan ini dikutip dari buku “Creative Writing” oleh A.s. Laksana. Diterbitkan Badan Penerbit UNM tahun 2020. (*)

*Reporter: Elfira