PROFESI-UNM.COM – Ibarat mendapatkan sebuah kado kejutan di awal tahun, mungkin begitulah pemindahan Ibu Kota Negara yang terkesan mendadak. Bagaimana tidak, pengkajiannya saja belum dilakukan secara seksama dan matang tapi RUU sudah disahkan menjadi UU pada tanggal 18 Januari 2022. Ketok palu dadakan di malam hari patut disoroti, se-begitu penting-kah agenda ini dibandingkan rentetan permasalahn negeri lainnya? Bagaimana peran mahasiswa?
Tahap pembangunan sudah semakin masif, meskipun bentuk fisik dari IKN ini belum terlihat tapi setiap program untuk langkah pembangunan sudah berjalan. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam pemindahan Ibu Kota.
Ada beberapa alasan yang disampaikan terkait pindahnya IKN. Mulai dari ketidakmampuan Jakarta dalam menahan beban penduduk, banjir tahunan yang semakin parah, sampai upaya pemerataan pembangunan di Indonesia timur, namun sebagai kaum intelektual kita harus menyadari jangan sampai ini hanya sebuah alasan.
Dilansir dari www.mongabay.co.id situs berita lingkungan Kepala Seksi Pengendalian Kerusakan dan Pengamanan Dinas Kehutanan Kalimantan Timur [Kaltim], Shahar Al Haqq, mengatakan, sejak Agustus 2019, karhutla sudah melanda beberapa wilayah Kalimantan Timur. Setelah kebakaran hutan terjadi, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pun semakin banyak. Memang sangat lucu, jika dikaitkan dengan harga minyak goreng yang meroket di negeri produsen kelapa sawit. Tentu ini semakin menunjukkan ada yang tidak benar dari pengurusaan negeri ini.
Pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara tentu akan berdampak pada lingkungan. Alih alih untuk menghindari banjir, rupanya IKN baru juga acapkali banjir bahkan sudah sejak lama mengalami krisis air bersih. Belum lagi ribuan lubang tambang yang masih menganga tentu menambah PR bagi negara untuk melakukan rehabilitasi. Padahal tambang tersebut akibat perpuatan korporat, tetapi yang melakukan perbaikan justru pemerintah.
Pindah IKN sebagaimana pindah rumah pasti membutuhkan biaya yang banyak. Perekonomian negara sedang teratih-tatih serta kebutuhan mendesak rakyat belum terpenuhi. 466 T dana APBN digelontorkan sementara setelah dianalisis pertumbuhan eknomi setelah IKN pindah untuk jangka pendek hanya 0,02 % dan jangka panjang 0,00 %. Untuk persentasi pembiayaan 53,3 % berasal dari APBN dan 46,5% dari kerja sama swasta. Utang akan semakin membengkak dan bukan tidak mungkin negeri ini dikuasai oleh asing sebagai jaminan utang dan kepemilikan swasta dalam membiayai perpindahan IKN.
Kondisi masyarakat yang mendiami Penajam Paser Utara tidak boleh diabaikan, apalagi menganggap bahwa disana hanya lahan kosong tanpa penghuni. Faktanya sebagimana penelusuran tim narasi yang terjun langsung ke lokasi, masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur menolak pemindahan ibu kota. Mereka menilai RUU Ibu Kota Negara yang kini telah disahkan cacat secara prosedural. (detiknews Rabu 19/01/2022).
Baru dibangun saja IKN sudah bermasalah, karena memang ada kerja sama dengan oligarki. Semakin memudahkan dalam mengeruk kekayaan alam negeri, sementara rakyat hanya mendapatkan ampas dan limbahnya. Pemindahan tanpa persetujuan rakyat, dan banyak hak-hak rakyat diabaikan, sementara banyak juga kepentingan mendesak untuk segera ditunaikan. Sungguh memprihatinkan.
Mahasiswa Bisa Apa?
Solusi yang ditawarkan harus menyentuh akar permasalahan. Pemindahan ibukota dan krisis multidimensi yang terjadi di negeri ini akibat bercokolnya sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan materi dan fisik sebagai sumber kebahagiaan. Permasalahan sistemik ini harus segera diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula. Solusi yang terbukti mensejahterakan rakyat tidak memihak pada kalangan tertentu apalagi pemilik modal.
Mengintip sejarah kekuasaan Islam pada masa kegemilangannya. Islam sebagai sebuah way of life (jalan hidup) mengatur kehidupan mulai dari persoalan ibadah ritual, dengan diri sendiri sampai pengaturan dalam bernegara dan bermasyarakat. Pemindahan Ibu Kota harus benar-benar dipertimbangkan, demi kebaikan rakyat.
Negara sebagai pe-riayah (pengatur urusan rakyat) memastikan masalah penting diselesaikan terlebih dahulu. Persoalan pemindahan ibu kota pernah dilakukan sebanyak empat kali, mulai dari Madinah ke Damaskus, ke Bagdad, ke Kairo terakhir ke Istambul.
Pemindahan dilakukan dengan tujuanya yang jelas bukan untuk ambisi penguasa atau segelintir orang tetapi untuk kepentingan rakyat. Pemindahan ke Bagdad adalah untuk kepentingan rakyat, yaitu karena lokasinya lebih strategis, di sana air tersedia sepanjang tahun, serta Bagdad mejadi kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.
Sebagai millennial terlebih mahasiswa dengan pemikiran kritisnya, seharusnya bisa peka dengan masalah negeri saat ini dan tidak hanya berkutat pada masalah pribadi. Berbagai kesibukan dunia perkuliahan mulai dari proses pembelajaran, UKT mahal sampai cita-cita lulus cumlude jangan sampai membuat mahasiswa lupa perannya sebagai social control. Tugas social control mahasiswa membuatnya perlu sadar politik dan kondisi bernegara, upaya control terhadap kebijakan yang tidak pro rakyat.
Peran mahasiswa sebagai pemuda memang luar biasa, terlebih jika memiliki tujuan yang jelas. Semangat para pemuda di zaman penjajahan telah membawa Indonesia terbebas dari penjajahan fisik. Sebagaimana disampaikan presiden pertama RI “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Saat ini pemuda terjajah pemikirannya sehingga tertidur dan tidak peduli dengan keadaan negeri. Sudah saatnya mahasiswa bangkit, melaksanakan tugas mulia, menjadi control di tengah masyarakat, menyampaikan kebenaran dan melarang pada kemungkaran.
*Penulis adalah Musdalifah, mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan FIP UNM