PROFESI-UNM.COM– Pribadi yang normal itu pada umumnya memiliki mental yang sehat, sedang pribadi yang abnormal biasanya juga memiliki mental yang tidak sehat. Namun demikian, pada hakekatnya konsep mengenai normalitas dan abnormalitas itu sangat samar-samar batasnya. Sebab pola kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan normal oleh suatu kelompok tertentu, bisa dianggap abnormal oleh kelompok lainnya. Akan tetapi apabila satu tingkah laku itu begitu mencolok dan sangat berbeda dengan tingkah laku umum (biasa pada umumnya), maka kita akan menyebutnya sebagai abnormal.

Pribadi normal dengan mental yang sehat akan bertingkah laku adekuat (serasi, tepat) dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.

Pribadi yang normal dengan mental sehat itu secara relatif dekat sekali dengan integritas jasmaniah-rokhaniah yang ideal. Kehidupan psikisnya stabil, tidak banyak memendam konflik internal, suasana hatinya tenang imbang, dan jasmaninya selalu sehat.

Sebaliknya pribadi abnormal dengan mental yang tidak hygienis/sehat mempunyai atribut sebagai berikut: secara relatif mereka itu jauh daripada status integrasi, dan punya atribut “inferior” dan “superior”. Kompleks-kompleks inferior ini misalnya kita temukan pada para penderita psikosa, neurosa dan psikopat.

Sedangkan gejala kompleks-komopleks superior terdapat pada kaum idiot savant, yaitu para ilmuwan atau cerdik pandai yang luar biasa pandainya, namun bersifat idiot. Mereka memiliki derajat intelegensi sangat tinggi atau supernormal, memiliki bakat-bakat yang luar biasa misalnya di bidang seni, musik, matematik, teknik, ilmu pengetahuan alam, ketrampilan tangan dan lain-lain. Akan tetapi mereka mengidap defek atau defisiensi mental secara total, sehingga tingkah lakunya aneh-aneh, kejam, sadistis, atau sangat abnormal.

Pribadi abnormal pada umumnya dihinggapi gangguan mental, baik yang tunggal ataupun yang ganda, dengan kelainan-kelainan atau abnormalitas pada mentalnya, selalu diliputi banyak konflik batin, jiwanya miskin atau tidak stabil, tidak punya perhatian pada Iingkungan sekitar, terpisah hidupnya dari masyarakat, dan selalu merasa gelisah takut. Biasanya mereka itupun juga sakit-sakitan.

Deskripsi tentang pribadi normal dengan mental yang sehat diuraikan dalam satu daftar kriteria oleh Maslow and Mittelmann dalam bukunya “Principles of Abnormal Psychology” yang esensinya kami kutip sebagai berikut:

  1. Memiliki rasa aman (sense of secirity) yang tepat: mampu berkontak dengan orang lain dalam bidang kerja, di tengah pergaulan (medan sosial) dan dalam lingkungan keluarga.
  2. Memiliki penilaian-diri/self-evaluation dan wawasan diri yang rasonal, dengan rasa harga-diri yang sedang, cukup, tidak berlebihan. Memiliki rasa sehat secara moril, dan tidak dihinggapi rasa-rasa berdosa atau bersalah. Bisa menilai perilaku orang lain yang a-sosial dan non-manusiawi sebagai gejala masyarakat yang “menyimpang”,
  3. Punya spontanitas dan emosionalitas yang tepat. Dia mampu menjalin relasi yang erat kuat dan lama, seperti persahabatan, komunikasi sosial, dan relasi cinta. Jarang kehilangan kontrol terhadap diri sendiri. Penuh tenggang rasa terhadap pengalaman orang lain. Dia bisa tertawa dan bergembira secara bebas, dan mampu menghayati penderitaan dan kedukaan tanpa lupa diri.
  4. Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien, tanpa ada fantasi dan angan-angan yang berlebihan. Pandangan hidupnya realistis dan cukup luas. Dengan besar hati dia sanggup menerima segala cobaan hidup, kejutan-kejutan mental, serta nasib buruk lainnya. Dia memiliki kontak yang riil dan efisien dengan diri sendiri (internal world), dan mudah melakukan adaptasi, atau mengasimilasikan diri jika lingkungan sosial atau dunia luar memang tidak bisa diubah oleh dirinya. Dia bisa menjalin ”cooperation with the inevitable”, yaitu bersifat kooperatif terhadap keadaan yang tidak bisa ditolaknya.
  5. Memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniah yang sehat, dan mampu memuaskannya dengan cara yang sehat: namun dia tetap tidak bisa diperbudak oleh nafsunya sendiri. Dia mampu menikmati kesenangan hidup (makan, minum, rekreasi), dan bisa cepat pulih dari kelelahan. Nafsu seksnya cukup sehat, bisa memenuhi kebutuhan seks dengan wajar, tanpa dibebani rasa takut dan berdosa. Dia bergairah untuk bekerja, dan dengan tabah menghadapi segala kegagalan.
  6. Mempunyai pengetahuan-diri yang cukup, dengan motif-motif hidup yang sehat dan kesadaran tinggi. Dia cukup realistis, karena bisa membatasi ambisi-ambisi dalam batas kenormalan. Juga patuh terhadap pantangan-pantangan pribadi dan yang sosial. Dia bisa melakukan kompensasi yang positif, mampu menghindari mekanisme pembelaan diri (defence mechanism) yang negatif sejauh mungkin, dan bisa menyalurkan rasa-rasa inferiornya.
  7. Memiliki tujuan hidup yang tepat, yang bisa dicapai dengan kemampuan sendiri, sebab sifatnya wajar dan realistis. Ditambah dengan keuletan mengejarnya, demi kemanfaatan bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya.
  8. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidupnya, yaitu mengolah dan menerima pengalamannya dengan sikap yang luwes. Dia bisa menilai batas ke memperlihatkan tanda-tanda keabnormalan, sedang tidak sedikit penderita penyakit mental dan penyakit syaraf sampai batas-batas tertentu memperlihatkan kejernihan intelektual dan integritas mental.

Memang tidak pernah terjadi ada seorang yang secara mendadak bisa berubah menjadi gila, tidak waras atau abnormal. Sebab biasanya jauh-jauh sebelumnya, mereka sudah memperlihatkan simptom-simptom lunak dari reaksi-reaksi abnormal atau ketidakwarasan. Yaitu jauh sebelumnya mereka itu sudah tidak imbang, setengah gila atau terputus secara total dari realitas hidup nyata. Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan oleh para ahli kesehatan mental ialah:

  • Adanya manifestasi-manifestasi awal dari tingkah laku abnormal,
  • Untuk segera ditangani dan diberikan terapi pada tingkat-tingkat permulaan tadi.

Dengan begitu akan dapat diharapkan kesembuhan pasien, jika dibandingkan dengan kasus para penderita yang sugah mengalami kepatahan mental secara total, dan yang nyaris tidak lagi bisa disembuhkan lagi.

Tulisan ini dikutip dari buku Hygiene Mental pada halaman 6-12 yang ditulis oleh Dr. Kartini Kartono. Diterbitkan oleh Mandar Maju pada tahun 2000 di Bandung.(*)

*Reporter: Ema Humaera